Pangeran Kuning adalah seorang tokoh pejuang yang gigih menentang penjajah Belanda di wilayah kerajaan Sintang Kalimantan Barat. Ia lahir pada tahun 1759 Masehi. Ayahnya bernama Raden Machmud, seorang pembesar di kerajaan Sintang yang menjabat sebagai Mangkubumi dengan gelar Mangku Negara II. Raden Machmud sendiri adalah saudara dari Raja Sintang yang bernama Sultan Adi Abdul Rasyid Muhammad Jalaluddin. Mereka berdua adalah anak dari Sultan Abdurrahman Muhammad Jalaluddin, raja Sintang sebelum Sultan Adi Abdul Rasyid. Sultan Adi Abdul Rasyid kemudian meninggal dunia dan sebagai penggantinya adalah putra sulungnya yang bernama Pangeran Ratu Ahmad Qamaruddin. Dalam menjalankan pemerintahannya, Pangeran Ratu Ahmad Qamaruddin didampingi oleh Mangkubumi Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara yang merupakan saudara dari Pangeran Kuning.
Pangeran Kuning merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Saudaranya yang lain adalah Pangeran Ratu Idris, Pangeran Rija (Aria), Pangeran Anom, Adi Tjoeit dan Adi Boesoe. Sejak kecil, ia menimba ilmu silat dan agama dari seorang mubaligh bernama Rajo Dangki, seorang penyebar agama Islam di wilayah kerajaan Sintang yang berasal dari Sumatera Barat. Oleh karenanya, ia kemudian menjadi sosok yang berani, ulet, jujur dan mempunyai kepribadian. Pangeran Kuning menikah dan dikaruniai 3 orang anak. Salah seorang anaknya bernama Abang Arip yang mempunyai gelar Pangeran Muda.
Pangeran Muda sebagai anak dari Pangeran Kuning pernah ditugaskan oleh Sultan Ahmad Qamaruddin untuk memimpin daerah Ketungau sebagai penjaga keamanan dan pemungut pajak penduduk guna kepentingan kerajaan Sintang. Pada suatu saat, terjadi sebuah peristiwa perselisihan dan pembunuhan antar warga di daerah Ketungau. Sultan Ahmad Qamaruddin yang mendengar berita peristiwa pembunuhan tersebut menganggap Pangeran Muda tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam mengamankan wilayah Ketungau dengan baik sehingga Pangeran Muda dan keluarganya dipindahkan dari Ketungau ke daerah Kayan. Pangeran Kuning menilai bahwa kebijakan Sultan Ahmad Qamaruddin yang telah memindahkan Pangeran Muda beserta keluarganya ke Kayan adalah tindakan sewenang-wenang. Selain itu Pangeran Kuning juga tidak menyetujui kebijakan Sultan Ahmad Qamaruddin yang mau bekerjasama dengan Belanda. Oleh sebab itu, Pangeran Kuning kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pejabat di kerajaan Sintang.
Walaupun Pangeran Kuning telah mengundurkan diri sebagai pejabat di kerajaan Sintang, namun ia tetap peduli dengan nasib kerajaan Sintang dan rakyatnya. Ia bersama-sama dengan saudaranya, yaitu Pangeran Aria dan Pangeran Anom menyusun kekuatan untuk menghadapi Belanda di wilayah kerajaan Sintang. Tindakan Pangeran Kuning dan saudaranya tersebut membuat hubungan antara Pangeran Kuning dan Sultan Ahmad Qamaruddin menjadi tidak harmonis dan menimbulkan rasa saling curiga di antara mereka. Di satu sisi, Pangeran Kuning menentang kehadiran Belanda, sedangkan di sisi lain Sultan Ahmad Qamaruddin menerima kehadiran Belanda di wilayah kerajaan Sintang.
Kedatangan Belanda di kerajaan Sintang terjadi pada masa pemerintahan Raja Sintang yang ke-22 yaitu masa pemerintahan Sultan Ahmad Qamaruddin. Kedatangan Belanda tersebut mendapat perhatian dari beberapa pejabat dan penguasa kerajaan Sintang termasuk dari Sultan Ahmad Qamaruddin. Kehadiran Belanda secara resmi di wilayah kerajaan Sintang berlaku setelah kerajaan Sintang dan Belanda mengadakan perjanjian/kontrak. Dalam perjanjian yang dibuat, pada mulanya Belanda mau mematuhi segala isi peraturan yang telah disepakati. Akan tetapi, lama-kelamaan Belanda dengan menggunakan akal liciknya mengelabui penguasa dan rakyat kerajaan Sintang. Sampai pada akhirnya, Belanda mampu menggeser kedudukan Raja Sintang yang semula sebagai penguasa berubah kekuasaannya menjadi di bawah kekuasaan Belanda.
Sebagai contoh, pada tahun 1822 Masehi, Belanda melakukan tipu muslihat dengan meminta izin kepada Sultan Ahmad Qamaruddin untuk memberikan perluasan tanah bagi Belanda di Kampung Tanjung Sari. Akan tetapi, pada kenyataannya tanah yang diminta Belanda tersebut sangat luas dan akan dipergunakan untuk mendirikan loji atau benteng pertahanan Belanda. Sikap dan perbuatan Belanda tersebut membuat beberapa Pangeran di kerajaan Sintang menjadi marah, diantaranya adalah Pangeran Kuning, Pangeran Anom dan Pangeran Muda. Pangeran Kuning beserta Pangeran-Pangeran lainnya kemudian mendatangi Sultan Ahmad Qamaruddin untuk menyampaikan pendapat agar Sultan Ahmad Qamaruddin menolak memberikan izin kepada Belanda untuk memperluas tanah guna mendirikan benteng pertahanan. Akibat perbedaan pendapat mengenai pemberian izin perluasan tanah bagi Belanda, maka timbullah perpecahan dan perselisihan di antara keluarga kerajaan Sintang.
Pangeran Kuning merupakan sosok tokoh yang patut diteladani. Dalam pemikiran dan tindakannya, terlihat bahwa ia tidak setuju dengan segala sesuatu yang sifatnya sepihak dan hanya menguntungkan diri sendiri tanpa memperhatikan rasa keadilan di pihak lain. Pangeran Kuning menentang adanya perjanjian kerjasama antara Raja Sintang dan Belanda. Ia menganggap bahwa isi perjanjian tersebut banyak merugikan pihak kerajaan Sintang yang pada gilirannya akan membuat rakyat di kerajaan Sintang menjadi sengsara. Oleh karena sikapnya itu, ia rela menerima dirinya dituduh sebagai pemberontak yang menghalangi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa kerajaan Sintang dan Belanda. Pangeran Kuning kemudian berjuang bersama-sama dengan pengikutnya di hutan dan sepanjang sungai di daerah Kayan. Perlawanan Pangeran Kuning dan para pengikutnya terhadap Belanda ditunjukkan dengan adanya peristiwa perang Tebidah pada tahun 1856 sampai dengan tahun 1860 Masehi.
Pada tahun 1857, Pangeran Kuning wafat karena sakit dalam usia 98 tahun. Sebagai tanda penghormatan kepada beliau, Pangeran Kuning dimakamkan ditempat terakhirnya ia berada, yaitu di lokasi markas pertahanan Pangeran Kuning dan pengikutnya di daerah Sedaga, Kayan Hulu. Setelah Pangeran Kuning wafat, perlawanan rakyat kerajaan Sintang terhadap Belanda dilakukan di bawah pimpinan Pangeran Muda dan Pangeran Anom. Namun pada tahun 1860 Masehi, Pangeran Muda meninggal dunia dan perjuangan melawan Belanda tetap diteruskan di bawah pimpinan Pangeran lainnya.
Pangeran Kuning merupakan sosok tokoh yang berani dan mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Ia bersama pengikutnya berani melakukan perlawanan terhadap Belanda yang telah berlaku sewenang-wenang terhadap kerajaan Sintang dan rakyatnya. Walaupun pada akhirnya Pangeran Kuning meninggal dunia di medan perjuangan, namun jasa-jasa beliau akan terus dikenang sebagai salah satu tokoh pejuang Kalimantan Barat. Generasi muda sebagai generasi penerus bangsa hendaknya dapat mengambil teladan dari sikap kepribadian dan tindakan Pangeran Kuning semasa hidupnya.
Jumat, 09 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar